Jumat, 09 November 2012

METODE PEMBELAJARAN MELALUI ASPEK KOGNITIF, PSIKOMOTOR DAN AFEKTIF



A. Hakikat Metode Pembelajaran Melalui Aspek Kognitif, Psikomotorik dan afektif

      Dalam perkembangan dunia pendidikan, para ahli rancangan pembelajaran telah banyak memperoleh keberhasilan – keberhasilan baik dalam bidang pembelajaran yang akan diukur serta metode pengukuran pembelajaran itu sendiri. Binyamin S. Bloom bersama rekan – rekannya adalah dianggap orang pertama yang mempelopori penemuan klasifikasi tujuan instruksional (education objectives). Pada tahun 1956 terbitlah karya “Taxonomy of Eduational Objectives Cognitives, Affective Domain”. Kelompok ini pada akhirnya tidak berhasil menyusun rana psikomotor yang kemudian dilakukan oleh E. Simpson pada tahun 1967 dan A. Harrow pada tahun 1972. (W.S. Winkel, 1987:149)
Secara eksplisit ketiga aspek tersebut yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Setiap mata pelajaran yang diajarkan akan selalu mengandung tiga aspek tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata pelajaran yang diajarkan secara praktek lebih menekankan pada ranah psikomotorik, sedangkan mata pelajaran melalui pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut sama – sama mengandung ranah afektif.
Menurut Bloom (1979) ranah psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berhubungan dengan aktifitas fisik, misalnya: menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalammnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.

a) Penilaian Aspek Kognitif


Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Menurut taksonomi BS. Bloom dan rekan – rekannya aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda – beda. keenam tingkatan tersebut yaitu:

1 Tingkat pengetahuan (Knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminology strategi problem solving dan lain sebagainya.

2 Tingkat pemahaman (Comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata – kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata – kata sendiri.

3 Tingkat penerapan (Application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari – hari.

4 Tingkat analisis (Analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen – komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

5 Tingkat sintesis (Synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsure pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

6 Tingkat evaluasi (Evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk, atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam system pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus – menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.

b) Penilaian Aspek Psikomotor

Menurut Singer (1972) mata pelajaran yang termasuk kelompok mata pelajaran psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi – reaksi fisik. Sedangkan menurut Mager (T.Th) berpendapat bahwa mata ajar yang termasuk dalam kelompoj mata ajar psikomor adalah mata ajar yang mencakup pada tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau kumpulan tugas tertentu.

Sedangkan menurut Sax dalam Mardapi (2003), dikatakan bahwa keterampilan psikomotor mempunyai enam peringkat yaitu:
1 Gerak refleks, adalah respon motor (gerak) tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir.
2 Gerak dasar, adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan kompleks yang khusus.
3 Kemampuan perceptual, kombinasi kemampuan kognitif dan motor atau gerak.
4 Gerakan fisik, adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan yang paling terampil.
5 Gerakan terampil, adalah gerakan yang memerlukan pembelajaran, seperti keterampilan olahraga.
6 Komunikasi nondiskursip, adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Menurut klasifikasi Simpson aspek psikomotor terdiri atas tujuh tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda – beda. ketujuh tingkatan tersebut yaitu:

1 Persepsi (Perception), mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara cirri – cirri fisik yang khas pada masing – masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada. Misalnya, Siswa akan mampu membedakan antara bentuk huruf d dan g atau antara bentuk angka 6 dan 9.

2 Kesiapan (Set), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental. Misalnya, siswa akan mampu mengambil posisi tubuh yang tepat, sebelum meninggalkan garis start dalam perlombaan lari cepat.

3 Gerakan terbimbing (Guided response), mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak – gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi). Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota tubuh, menurut contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan. Misalnya, siswa akan mampu membuat lingkaran di atas kertas secara tepat dengan menggunakan sebuah jangka, sesuai dengan contoh yang diberika oleh guru di papan tulis.

4 Gerakan yang terbiasa (Mechanical response), mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak – gerik dengan lancer, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota / bagian tubuh, sesuai dengan prosedur yang tepat. Misalnya, siswa akan mampu melompat dan menitipkan bola volley dalam net selama 10 menit, dengan membuat kesalahan maksimal 5 kali.

5 Gerakan kompleks (Complex response), mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancer, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu keseluruhan gerak gerik yang teratur. Misalny, siswa akan mampu membat sebuah sekrup yang panjangnya 3cm dan tebalnya ¼ cm, dalam waktu setengah jam, dengan menggunakan mesin listrik di bengkel.

6 Penyesuaian pola gerakan (Adjustment), mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak – gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.

7 Kreativitas (Creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak – gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Hanya sosok orang yang berketerampilan tinggi dan berani berfikir kreatif, akan mampu mencapai tingkat kesempurnaan ini.

c) Penilaian Aspek Afektif

Life Skil merupakan bagian dari kompetensi lulusan sebagai hasil proses pembelajaran. Pophan (1995), mengatakan bahwa ranah afektif menentukan keberhasilan seseorang. Artinya ranah afektif sangat menentukan keberhasilan seorang peserta didik untuk mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran.
Taksonomi ini lebih dikenal pada ranah yang berorientasi pada rasa atau kesadaran. Banyak dikalangan para ahli menginterpretasikan rana afektif menjadi sikap, nilai sikap yang diartikan tentu akan berpengaruh terhadap penyusunan tujuan instruksional yang akan ditetapkan dalam tujuan pembelajaran.
Karakteristik ranah afektif yang terpenting diantaranya sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.

a) Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975), yaitu suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara posistif atau negative terhadap suatu obyek, situasi, konsep dan orang. Sikap di sini adalah sikap peserta didik terhadap sekolah dan terhadap mata pembelajaran. Menurut Popham (1999), ranah sikap peserta didik penting untuk ditingkatkan. Sikap peserta didik terhadap mata pembelajaran matematika harus lebih positif dibanding sebelum mengikuti pelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indicator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pembelajaran menjadi lebih posistif.

b) Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisasikan melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh obyek khusus, aktivitas, pemahaman dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Hal yang penting dalam minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Jika seseorang berminat terhadap sesuatu maka orang tersebut akan melakukan langkah – langkah konrit untuk mencapai hal tersebut.

c) Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu bersangkutan terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Arah konsep diri bisa posistif bisa juga negative. Intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinu yaitu mulai dari yang rendah sampai yang tinggi.

d) Nilai menurut Tayler (1973), adalah suatu obyek, aktivitas atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap dan kepuasan. Nilai berakar lebih dalam dan lebih stabil dibandingkan dengan sikap individu. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa nilai merupakan kunci bagi lahirnya sikap dan perilaku seseorang. Manusia mulai belajar menilai obyek, aktifitas, dan ide sehingga obyek ini pengatur penting minat, sikap dan kepuasa. Sekolah (guru) harus membantu peserta didik untuk menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik dalam memperoleh kebahagiaan personal dan member kontribusi positif terhadap masyarakat.

e) Moral secara bahasa berasal dari bahasa latin mores yang artinya tata cara, adat kebiasaan social yang dianggap permanen sifatnya bagi ketertiban dan kesejahteraan masyarakat. Moral menyinggung akhlak, tingkah laku, karakter seseorang atau kelompok yang berperilaku pantas, baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Proses belajar akhlak (moral) memegang peranan penting, begitu juga perkembangan kognitif memberikan pengaruh besar terhadap sifat perkembangan tingkah laku (moral).
Menurut taksonomi Kratwohl, BS. Bloom dan rekan – rekannya aspek psikomotor terdiri atas lima tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda – beda. kelima tingkatan tersebut yaitu:

1 Penerimaan, mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu. Seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru. Kesediaan itu dinyatakan dalam memperhatikan sesuatu, seperti memandangi gambar yang dibuat dipapan tulis atau mendengarkan jawaban teman sekelas atas pertanyaan guru.

2 Partisipasi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalm suatu kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan, seperti membacakan dengan suara nyaring bacaan yang ditunjuk atau menunjukkan minat dengan membawa pulang buku bacaan yang ditawarkan.

3 Penilaian / penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhada sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap: menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan konsisten dengan sikap batin. Kemampuan itu dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan. Perkataan atau tindakan itu tidak hanya sekali saja, tetapi diulang kembali bila kesempatannya timbul, dengan demikian nampaklah adanya suatu sikap tertentu. Misalnya, siswa akan menunjukkan sikap positif terhadap belajar kelompok, dengan cara mempersiapkan sejumlah pertanyaan secara tertulis, mendatangi pertemuan kelompok secara rutin dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar.

4 Organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu system nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai – nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai. Kemampuan itu dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk keseimbangan yang wajar antara kebebasan dan tanggung jawab dalam suatu Negara demokrasi atau menyusun rencana masa depan atas kemampuan belajar, minat dan cita – cita hidup.

5 Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai – nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Kemampuan itu dinyatakan dalam pengaturan hidup di berbagai bidang, seperti kemampuan untuk menunjukkan kerajinan, ketelitian dan disiplin dalam kehidupan pribadi.
Harus diakui penggolongan ini masih bertumpang tindih di antara tahap dan dengan ranah kognitif, dan cenderung mengikuti fase – fase dalam perkembangan moral seorang anak dari kecil sampai dewasa.

B. Tujuan Metode Pembelajaran Melalui Aspek Kognitif, Psikomotorik dan afektif

a) Aspek Kognitif
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan intelektual yang kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan dan metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecakan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.

b) Aspek Psikomotorik
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif

c) Aspek Afektif

Menurut Krathwohl (1961), bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.

C. Penerapan Metode Pembelajaran Melalui Aspek Kognitif, Psikomotorik dan afektif

a) Aspek kognitif

Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata – katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab – akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori – teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisi untuk membuat kebijakan.
Seorang guru dituntut mendesain program/rencana pembelajaran termasuk di dalamnya rencana penilaian 9tes) diantaranya membuat soal – soal berdasarkan kisi – kisi soal dan komposisi yang telah ditetapkan.
Bentuk tes kognitif di antaranya

(1) tes atau pertanyaan lisan di kelas
(2) pilihan ganda
(3) uraian objektif
(4) uraian non objektif atau uraian bebas
(5) jawaban atau isian singkat
(6) menjodohkan
(7) portofolio dan
(8) performans

b) Aspek psikomotor

Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor.
Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui
(1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung,
(2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
(3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
(1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
(2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan,
(3) kecepatan mengerjakan tugas,
(4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
(5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.

Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.

c) Aspek afektif

Penilaian pada aspek afektif dapat dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner, inventori dan pengamatan (observasi). Prosedurnya di mulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indictor. Indicator ini menjadi isi pedoman kuesioner, inventori dan pengamatan.
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:

1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai